Rabu, 06 November 2013

Renovasi Ka’bah Lima Tahun Sebelum Nabi Diutus Menjadi Rasul

Pada saat Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam berusia 35 tahun, atau sekitar 5 tahun sebelum beliau di utus menjadi Rasul, kabilah Quraisy membangun kembali Ka’bah. Karena kondisi fisiknya sebelum itu hanyalah berupa tumpukan batu-batu berukuran diatas tinggi badan manusia, yaitu setinggi sembilan hasta sejak dari masa Nabi Ismail ‘alaihissalam dan tidak memiliki atap. Sehingga yang tersimpan di dalamnya dapat dicuri oleh segerombolan pencuri. Disamping itu karena merupakan sebuah peninggalan sejarah yang berumur tua, Ka’bah sering diserang oleh pasukan berkuda sehingga merapuhkan bangunan dan merontokkan sendi-sendinya. Hal lainnya, Mekkah pernah dilanda banjir bandang. Airnya meluap dan mengalir ke Baitul Haram sehingga mengakibatkan bangunan Ka’bah hampir ambruk. Orang-orang Quraisy terpaksa merenovasi bangunannya demi menjaga pamornya dan bersepakat untuk tidak merenovasinya kecuali dari sumber usaha yang baik. Mereka tidak mau mengambilnya dana mahar yang didapat secara zalim, transaksi ribawi, dan hasil tindak kezaliman terhadap seseorang.
Semula mereka merasa segan untuk melumpuhkan bangunannya hingga akhirnya diprakarsai oleh Al Walid bin Al Mughirah Al Makhzumi. Setelah itu, barulah orang-orang mengikutinya setelah melihat tidak terjadi apa-apa terhadap dirinya. Mereka terus melakukan perubahan hingga sampai ke pondasi pertama yang dulu diletakkan oleh Ibrahim ‘alaihissalam. Kemudian mereka ingin memulai membangun kembali dengan cara membagi-bagi bangunan Ka’bah, yaitu masing-masing kabilah mendapat satu bagian. Setiap kabilah mengumpulkan sejumlah batu sesuai dengan jatah masing masing. Lalu dimulailah pembangunannya sedangkan yang menjadi pimpinan proyeknya adalah seorang arsitek asal Romawi yang bernamaBaqum.
Tatkala pekerjaan tersebut sampai kepada peletakan Hajar Aswad, mereka bertikai mengenai siapa yang paling berhak mendapat kehormatan meletakannya ke tempat semula. Dan pertikaian tersebut berlangsung selama empat atau lima malam. Bahkan semakin meruncing hingga hampir terjadi peperangan yang maha dahsyat di tanah al haram. Untunglah Abu Umayyah bin Al Mughirah Al Makhzumi, orang yang paling dituakan diantara mereka semua, menawarkan penyelesaian pertikaian diantara mereka. Ia berkata:
يا معشر قريش ، اجعلوا بينكم فيما تختلفون فيه أول من يدخل من باب هذا المسجد ، يقضي بينكم فيه
wahai kaum Quraisy, jadikanlah pemutus perkara yang kalian perselisihkan adalah orang yang pertama kali memasuki pintu masjid ini. biarlah ia yang memutuskan perkara kalian
Tawaran tersebut di dapat diterima oleh semua pihak. Dan atas kehendak Allah Ta’ala, Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam lah yang pertama memasukinya. Tatkala mereka melihat beliau memasuki masjid, mereka saling menyeru:
هذا الأمين رضينا ، هذا محمد
Ini Al Amin, kami rela kepadanya, ini Muhammad
Dan ketika beliau mendekati mereka dan mereka memberitahukan kepadanya tentang hal tersebut, beliau pun bersabda:
هلم إلي ثوبا . فأتي به ، فأخذ الركن –يعني الحجر الأسود – فوضعه فيه بيده ، ثم قال : لتأخذ كل قبيلة بناحية من الثوب ثم : ارفعوه جميعا
hamparkan kepadaku sehelai selendang“.Lalu kain tersebut diletakkan di depatn ar rukn (hajar aswad), lalu Nabi meletakkan hajar aswad di atas kain tersebut. Beliau lalu bersabda: “hendaknya setiap kabilah memegangi setiap ujung selendang, lalu angkalah ia bersama-sama“.
Hingga manakala mereka telah menganggapnya sampai ke tempatnya, beliau Shallallahu’alaihi Wasallam mengambilnya dengan tangannya dan meletakkannya di tempatnya semula. Ini merupakan solusi yang tepat dan jitu yang membuat semua pihak rela.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun ikut serta dalam gotong-royong merenovasi Ka’bah. Diceritakan oleh Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu’anhu,
لَمَّا بُنِيَتِ الكَعْبَةُ ذَهَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَبَّاسٌ يَنْقُلاَنِ الحِجَارَةَ، فَقَالَ العَبَّاسُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اجْعَلْ إِزَارَكَ عَلَى رَقَبَتِكَ، فَخَرَّ إِلَى الأَرْضِ، وَطَمَحَتْ عَيْنَاهُ إِلَى السَّمَاءِ، فَقَالَ: «أَرِنِي إِزَارِي» فَشَدَّهُ عَلَيْهِ
“ketika Ka’bah direnovasi, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan ‘Abbas (paman beliau) mengangkat sebuah batu. Abbas berkata kepada NabiShallallahu’alaihi Wasallam: ‘gantungkan kainmu ke atas lehermu (agar tidak terluka karena bebatuan)’. Lalu seketika itu Nabi jatuh pingsan. Ketika sadar, kedua matanya memandang ke langit. Lalu beliau bersabda: ‘mana kainku?’. Beliaupun lalu mengencangkan kainnya” (HR. Al Bukhari 1528).
Namun, ketika orang-orang Quraisy kekurangan dana dari sumber usaha yang baik sehingga mereka harus meninggalkan pembangunan sekitar 6 hasta dari bagian utara Ka’bah, yaitu yang dinamakan dengan Hijr Ismail dan Al Hathim. Lalu mereka meninggikan pintunya yang semula berada di tanah agar tidak ada orang yang memasuki kecuali orang yang mereka kehendaki. Tatkala pembangunan sudah mencapai 15 hasta, mereka mengatapinya dan menyangganya dengan enam buah tiang.
Setelah renovasi selesai, Ka’bah tersebut berubah menjadi hampir berbentuk kubus dengan ketinggian kurang lebih 15 meter. Panjang sisi yang berada di bagian Hajar Aswad adalah 10 meter, dan bagian depan yang berhadapan dengannya juga 10 meter. Hajar Aswad dipasang di atas ketinggian 1,5 meter dari permukaan lantai dasar thawaf. Adapun panjang sisi yang berada di bagian pintu depan yang sehadapan dengannya adalah 12 m. Sedangkan tinggi pintunya adalah 2 meter dari atas permukaan tanah. Dan dari bagian luarnya dikelilingi oleh tumpukan batu bangunan, tepatnya di bagian bawahnya, tinggi rata ratanya adalah 0,25 meter dan lebar rata-ratanya 0,30 meter, Bagian terakhir ini dikenal dengan nama Asy Syadzirwan yang merupakan bagian dari pondasi asal Ka’bah akan tetapi orang-orang Quraisy membiarkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar