Minggu, 15 Desember 2013

Kerusakan Dari Sifat Dengki (Hasad)

Tidak jarang, manusia dihinggapi perasaan hasad (dengki), tatkala melihat orang lain mendapat kenikmatan, meraih kesuksesan dan dikaruniai kebaikan. Baik berupa harta, ilmu, kedudukan, dan lain-lain. Padahal, hasad memiliki banyak kerusakan, diantaranya:
Pertama, hasad menyerupai orang-orang Yahudi, manusia yang paling menjijikan, yang pernah Allah laknat menjadi monyet dan babi.
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ
Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran” (QS. al Baqarah: 109)
أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَى مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ فَقَدْ آتَيْنَا آلَ إِبْرَاهِيمَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَآتَيْنَاهُمْ مُلْكًا عَظِيمًا
ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar” (QS. An Nisa: 54)
Kedua, hasad menunjukkan keburukan jiwa seseorang, karena berarti ia tidak mencintai sesuatu untuk saudaranya, sebagaimana ia mencintai hal itu untuk dirinya.
Ketiga, hasad mengandung penentangan terhadap takdir Allah dan qadha-Nya, karena semua nikmat yang datang kepada manusia merupakan takdir-Nya.
Keempat, hasad akan menyalakan api cemburu dalam hati, sehingga orang yang berhasad akan selalu dalam kekecewaan dan rasa gundah, setiap kali melihat orang lain mendapat kesenangan dan karunia.
Kelima, hasad akan membuat seseorang tidak produktif mengerjakan hal-hal yang bermanfaat dan mengandung maslahat, karena yang senantiasa ia pikirkan hanyalah kenikmatan-kenikmatan yang ada pada orang lain, bagaimana ia bisa datang kepada mereka?
Keenam, hasad bisa menjadi sebab penyakit ‘ain yang dapat mencelakakan orang lain.
Ketujuh, hasad akan membawa pada perpecahan dalam tubuh kaum muslimin.
Wallahu a’lam.

Jumat, 06 Desember 2013

Pelajari Dahulu Adab Dan Akhlaknya Baru Ilmunya

Yang perlu diperhatikan oleh penuntut ilmu di zaman ini adalah adab dalam menuntut ilmu. Di zaman modern saat ini, beberapa pendidik merasa adab para murid mulai berkurang. Misalnya:
  • Kurang hormat dengan gurunya
  • Terlambat ketika menghadiri majelis ilmu
  • Tidak mengulangi (muraja’ah) pelajaran sebelumnya
Padahal dengan abda yang baik maka ilmu tersebut menjadi berkah. Bagaimana ingin mendapatkan keberkahan ilmu jika adabnya saja tidak diperhatikan. Ilmu tersebut mungkin tidak akan bertahan lama atau tidak akan mendapatkan berkah.
Padahal di zaman keemasannya adab menuntut ilmu sangat diperhatikan oleh para ulama. Misalnya:
  1. Datang ke majelis ilmu sebelum pelajaran di mulai bahkan ada yang sampai menginap agar dapat tempat duduk terdepan karena majelis ilmu saat itu sangat ramai
  2. Menghapal beberapa buku (matan/ringkasan isi) sebelum belajar ke ulama. Bahkan beberapa ulama mempersyaratkan jika ingin belajar kepadanya harus hafal dahulu. Misalnya imam Malik yang mempersyaratkan harus hafal kitab hadits yang tebal yaitu Al-Muwattha’.
  3. Menjaga suasana belajar dengan fokus dan tidak bermain-main. Misalnya bermain gadget atau HP atau mengobrol dengan temannya.
Misalnya kisah berikut ini, dikisahkan oleh Ahmad bin Sinan mengenai majelis Abdurrahman bin Mahdi, guru Imam Ahmad, beliau berkata,
كان عبد الرحمن بن مهدي لا يتحدث في مجلسه، ولا يقوم أحد ولا يبرى فيه قلم، ولا يتبسم أحد
Tidak ada seorangpun berbicara di majelis Abdurrahman bin Mahdi, tidak ada seorangpun yang berdiri, tidak ada seorangpun yang mengasah/meruncingkan pena, tidak ada yang tersenyum.” (Siyaru A’lamin Nubala’ 17/161, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah).
Berikut beberapa kisah dari ulama, mereka menekankan agar belajar adab dahulu baru ilmu. Imam Malik rahimahullahu mengisahkan,
قال مالك: قلت لأمي: ” أذهب، فأكتب العلم؟ “، فقالت: ” تعال، فالبس ثياب العلم “، فألبستني مسمرة، ووضعت الطويلة على رأسي، وعممتني فوقها، ثم قالت: ” اذهب، فاكتب الآن “، وكانت تقول: ” اذهب إلى ربيعة، فتعلًّمْ من أدبه قبل علمه
“Aku berkata kepada ibuku, ‘Aku akan pergi untuk belajar.’ Ibuku berkata,‘Kemarilah!, Pakailah pakaian ilmu!’ Lalu ibuku memakaikan aku mismarah(suatu jenis pakaian) dan meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu. Setelah itu dia berpesan, ‘Sekarang, pergilah untuk belajar!’ Dia juga pernah mengatakan, ‘Pergilah kepada Rabi’ah (guru Imam Malik, pen)! Pelajarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!’.” (‘Audatul Hijaab 2/207, Muhammad Ahmad Al-Muqaddam, Dar Ibul Jauzi, Koiro, cet. Ke-1, 1426 H, Asy-Syamilah)
Berkata Adz-Dzahabi rahimahullahu,
كان يجتمع في مجلس أحمد زهاء خمسة آلاف – أو يزيدون نحو خمس مائة – يكتبون، والباقون يتعلمون منه حسن الأدب والسمت
Yang menghadiri majelis Imam Ahmad ada sekitar 5000 orang atau lebih. 500 orang menulis [pelajaran] sedangkan sisanya hanya mengambil contoh keluhuran adab dan kepribadiannya.” (Siyaru A’lamin Nubala’ 21/373, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah).
Mari kita perbaiki adab kita dalam menuntut ilmu dan mengikhlaskannya kepada Allah.
Demikian semoga bermanfaat

Kamis, 05 Desember 2013

Jika Doamu Tak Dikabulkan

Mungkin ada di antara kita yang telah banyak menengadahkan tangannya untuk berdoa kepada Allah dengan sungguh-sungguh tetapi ternyata Allah subhanahu wa ta’ala tidak atau belum mengabulkan doanya. Padahal semua sebab-sebab dikabulkan doa telah dilakukannya, seperti:
  1. Ikhlas dan tidak berbuat syirik.
  2. Memulai dengan pujian dan salawat.
  3. Dengan sungguh-sungguh dan tidak lalai.
  4. Yakin akan dikabulkan oleh Allah.
  5. Memilih waktu dan tempat mustajab.
  6. Meninggalkan makanan, minuman dan pakaian haram.
  7. Meninggalkan maksiat dan bertaubat.
  8. Mengerjakan ketaatan dan bertawasul dengan nama-nama Allah, dan lain-lain.
Dia berkata, “Ada apa gerangan? Mengapa ini bisa terjadi? Bukankah Allah Maha Kuasa dan mengabulkan doa-doa hamba yang berdoa kepada-Nya? Apakah Allah tidak sayang kepadaku? Bukankah Allah mengatakan:
{ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ}
Berdoalah kepada-Ku, Aku akan mengabulkannya untuk kalian.’ (QS Ghafir: 60).”
Sabarlah wahai Saudaraku sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ أَحَدٍ يَدْعُو بِدُعَاءٍ إِلاَّ آتَاهُ اللَّهُ مَا سَأَلَ أَوْ كَفَّ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهُ، مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ.
Tidak ada seorang pun yang berdoa dengan sebuah doa kecuali Allah akan mengabulkan apa yang dimintanya atau memalingkannya dari keburukan yang semisalnya, selama dia tidak berdoa yang mengandung dosa atau pemutusan silaturahmi.”1
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ ، وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ ، إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الآخِرَةِ ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا قَالُوا إِذًا نُكْثِرُ ، قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ.
Tidak ada seorang muslim pun yang berdoa dengan sebuah doa yang tidak terkandung di dalamnya dosa dan pemutusan silaturahmi, kecuali Allah akan memberikannya salah satu dari ketiga hal berikut: Allah akan mengabulkannya dengan segera, mengakhirkan untuknya di akhirat atau memalingkannya dari keburukan yang semisalnya.
Para sahabat berkata, “Kalau begitu kami akan memperbanyak doa kami.” Beliau berkata, “Allah lebih banyak lagi.”2
Dari kedua hadits di atas kita dapat memahami bahwa seseorang yang telah benar-benar melaksanakan sebab-sebab dikabulkannya doa, insya Allah doanya akan dikabulkan oleh Allah. Jika tidak dikabulkan, maka akan diakhirkan atau diberikan kebaikan oleh Allah di hari kiamat atau Allah akan sengaja tidak mengabulkan doanya di dunia agar dia terhindar dari akibat buruk apabila doa tersebut dikabulkan dan Allah memalingkannya kepada sesuatu yang lebih baik dari apa yang dia minta.
Pada hadits kedua, kita dapat melihat semangat para sahabat dalam beribadah, mereka mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak doa kami.” Itulah yang seharusnya kita lakukan kepada Allah, yaitu memperbanyak doa kepada Allah.
Adapun perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allah lebih banyak lagi”, para ulama menyebutkan beberapa makna dari perkataan tersebut, di antaranya:
  1. Allah akan lebih banyak mengabulkannya daripada banyaknya doa yang kalian minta.
  2. Allah akan lebih banyak memberikan karunia dan keutamaan daripada doa yang kalian minta.
  3. Allah tidak akan lemah dengan banyaknya permintaan kalian dan lain-lain.
Dengan melihat kedua hadist di atas dengan lafaz yang berbeda, maka tentu kita akan bertambah yakin bahwa Allah Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Mengetahui seluruh hikmah dan Maha Sayang kepada hamba-hambanya.
Mudah-mudahan kita bisa terus bersabar menghadapi kehidupan di dunia ini dan mensyukuri seluruh apa yang Allah berikan kepada kita serta bisa selalu berbaik sangka kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Di dalam hadits qudsi Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan
(( أنا عندَ ظنِّ عبدي بي ، فليظنَّ بي ما شاء ))
Aku berdasarkan prasangka hamba-Ku terhadap-Ku. Oleh karena itu, berprasangkalah terhadap-Ku sesuka hatinya.”3
Dan di dalam riwayat lain terdapat tambahan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
(( فلا تظنُّوا بالله إلا خيراً ))
Janganlah kalian berprasangka kepada Allah kecuali dengan prasangka yang baik.”4
Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat. Amin.

Rabu, 27 November 2013

Apakah Allah Mendengar Dengan Dua Telinga?

Alhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Terkadang muncul pertanyaan dari anak TPA, “Ustadzah, Allah mendengar dengan dua telinga ya?“. Namanya anak-anak, kadang pikirannyaneko-neko. Apa saja yang muncul di pikirannya bukan mustahil terlontar. Begitu saja melalui bibirnya yang mungil…
Eitts..! Tapi, tahukah Anda bahwa menjawab pertanyaan di atas perlu suatu ilmu tersendiri? Kali ini ada satu bekal jawaban yang akan kami sampaikan, diambil dari pemahaman terhadap definisi tentang  tauhidul asma` wash shifat yang pernah kami tuliskan di artikel berjudul Wahai paranormal, apakah Anda telah mengesakan Allah?

Konsep “Tauqifiyyah”

Sumber penetapan nama dan sifat Allah adalah tauqifiyyah, yaitu harus berdasarkan dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah, maka tidak boleh kita menamai Allah dan mensifati-Nya dengan nama dan sifat yang tidak terdapat dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Dengan konsep tauqifiyyah inilah Syaikh Prof. Dr. Muhammad Khalifah At-Tamimi dalam kitabnya Mu’taqod Ahlis Sunnah fi Tauhidul Asma` wash Shifat berkata,
فلو قال شخص لله سمع بلا أذنين
“Kalau seandainya ada orang mengatakan, ‘Allah mendengar tanpa dua telinga’.
و قال آخر لله سمع بأذنين
“Yang lainnya berkata, ‘Allah mendengar dengan dua telinga’.
لحكمنا بخطأ الأثنين،
“Tentu kita katakan, ‘Keduanya salah’.
لأنه لم يأتي ذكرالأذنين في النصوص لا نفيا و لا إثباتا
“Karena dalam dalil (Al-Qur`an dan As-Sunnah-pent) tidak terdapat peniadaan (Allah mendengar) dengan dua telinga, tidak pula ada penetapan tentang hal itu”.
و الحق هو أن يقال لله سمع يليق بجلاله كما جاءت بذالك النصوص،و قد نهانا الله أن نتكلم بغيرعلم
“Yang benar adalah Allah memiliki sifat mendengar sesuai dengan keagungan-Nya sebagaimana yang disebutkan dalam dalil-dalil
dan kita telah dilarang oleh Allah untuk berbicara tanpa ilmu,”
فقال تعالى : {وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ }
Allah berfirman, ”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya”. (QS. Al-Israa`:36)
وبالتالي لا يجوز الإثبات أو النفي إلا بالنص.
“Sehingga tidak boleh menetapkan (suatu sifat Allah) ataupun meniadakannya kecuali bila ada dasarnya dalam dalil (Al-Qur`an dan As-Sunnah-pent)”.

Rabu, 20 November 2013

Islam Tersebar Dengan Pedang?

Sering kita mendengar orang yang anti Islam mengatakan: “Islam tersebar dengan pedang“. Mendengar atau membaca perkataan ini, seluruh umat Islam Indonesia akan bertanya: “Apakah nenek moyang saya dulu masuk islam karena pedang (diperangi dan dipaksa)?“. Dan akan melanjutkan perkataannya: “Sepertinya orang yang mengatakan itu tidak pernah belajar sejarah, atau mungkin pelajaran sejarahnya dapatnya hanya nilai merah“.

Islam tersebar dengan dakwah dan akhlak mulia

Islam tersebar dengan akhlak, muamalah yang baik dan dakwah dengan cara yang baik. Sebagai bukti akan hal itu masuk Islamnya orang-orang Indonesia, Malaysia, Brunei, Thailand, dll semuanya adalah tanpa adanya pedang yang terhunus.
Dan sekarang hal itu lebih tampak dengan jelas. Di saat alat-alat perang (yang dulu pedang dan sekarang adalah rudal cs) menjadi hal yang dibanggakan dunia barat, justru Islam menjadi agama yang paling cepat tersebarnya di Dunia, terutama dunia barat.
Apakah Islam tersebar dengan pedang di Amerika dan Eropa sekarang? Semuanya telah tahu jawabannya.

Peperangan yang pernah terjadi terhadap orang kafir

Orang-orang yang mengatakan bahwa Islam tersebar dengan pedang mengatakan: “Bahwa bukti Islam tersebar dengan pedang adalah peperangan yang terjadi antara umat Islam dan non muslim”. Jawaban dari perkataan ini, mungkin saya rinci pada poin-poin berikut ini :
  1. Islam adalah sebuah Negara; pada masa itu terjadi perang antara Negara, maka Islam sebagai Negara akan terlibat di dalam perang itu. Karena kemungkinan di masa itu, diperangi atau memerangi.
  2. Umat manusia di masa itu berada di dalam penindasan dan kekejaman pemimpin-pemimpin mereka (yang kafir). Dan Islam adalah agama yang berasaskan keadilan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam. Dan untuk menghilang kezaliman para pemimpin atas rakyat mereka, tiada cara lain kecuali dengan adanya peperangan.
  3. Apabila terjadi peperangan dan umat Islam memenangi peperangan tersebut, maka dengan sendirinya orang-orang kafir yang berada di wilayah tersebut berada di bawah kekuasaan umat Islam. Apakah mereka dipaksa masuk Islam? Jelas-jelas tidak, tapi mereka masuk Islam dengan keridhaan hati mereka, dan menjadi bukti atas hal itu; mereka bergabung menjadi bagian dari pasukan kaum muslimin dan melanjutkan perjuangan dan jihad mereka.
  4. Bukti nyata bahwa orang-orang non muslim tidak dipaksa masuk Islam adalah keberadaan orang-orang kristen dan yahudi bahkan Majusi di negeri Islam. Dan mereka hidup dengan damai dan aman dibawah kekuasaan umat Islam, dari dulu sampai sekarang. Orang-orang Yahudi di Yaman, Iraq dll masih ada sampai sekarang ini, orang Nashara di Iraq, Suriah, Libanon, Mesir dll masih ada sampai sekarang ini. Apakah pernah mereka dipaksa masuk Islam?

Bukti yang pasti

Bukti dan inti jawaban dari semua itu adalah firman Allah taala:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
Tidak paksaan dalam agama, telah jelas petunjuk dari kesesatan” (QS. Al Baqarah: 256).

Rabu, 06 November 2013

Renovasi Ka’bah Lima Tahun Sebelum Nabi Diutus Menjadi Rasul

Pada saat Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam berusia 35 tahun, atau sekitar 5 tahun sebelum beliau di utus menjadi Rasul, kabilah Quraisy membangun kembali Ka’bah. Karena kondisi fisiknya sebelum itu hanyalah berupa tumpukan batu-batu berukuran diatas tinggi badan manusia, yaitu setinggi sembilan hasta sejak dari masa Nabi Ismail ‘alaihissalam dan tidak memiliki atap. Sehingga yang tersimpan di dalamnya dapat dicuri oleh segerombolan pencuri. Disamping itu karena merupakan sebuah peninggalan sejarah yang berumur tua, Ka’bah sering diserang oleh pasukan berkuda sehingga merapuhkan bangunan dan merontokkan sendi-sendinya. Hal lainnya, Mekkah pernah dilanda banjir bandang. Airnya meluap dan mengalir ke Baitul Haram sehingga mengakibatkan bangunan Ka’bah hampir ambruk. Orang-orang Quraisy terpaksa merenovasi bangunannya demi menjaga pamornya dan bersepakat untuk tidak merenovasinya kecuali dari sumber usaha yang baik. Mereka tidak mau mengambilnya dana mahar yang didapat secara zalim, transaksi ribawi, dan hasil tindak kezaliman terhadap seseorang.
Semula mereka merasa segan untuk melumpuhkan bangunannya hingga akhirnya diprakarsai oleh Al Walid bin Al Mughirah Al Makhzumi. Setelah itu, barulah orang-orang mengikutinya setelah melihat tidak terjadi apa-apa terhadap dirinya. Mereka terus melakukan perubahan hingga sampai ke pondasi pertama yang dulu diletakkan oleh Ibrahim ‘alaihissalam. Kemudian mereka ingin memulai membangun kembali dengan cara membagi-bagi bangunan Ka’bah, yaitu masing-masing kabilah mendapat satu bagian. Setiap kabilah mengumpulkan sejumlah batu sesuai dengan jatah masing masing. Lalu dimulailah pembangunannya sedangkan yang menjadi pimpinan proyeknya adalah seorang arsitek asal Romawi yang bernamaBaqum.
Tatkala pekerjaan tersebut sampai kepada peletakan Hajar Aswad, mereka bertikai mengenai siapa yang paling berhak mendapat kehormatan meletakannya ke tempat semula. Dan pertikaian tersebut berlangsung selama empat atau lima malam. Bahkan semakin meruncing hingga hampir terjadi peperangan yang maha dahsyat di tanah al haram. Untunglah Abu Umayyah bin Al Mughirah Al Makhzumi, orang yang paling dituakan diantara mereka semua, menawarkan penyelesaian pertikaian diantara mereka. Ia berkata:
يا معشر قريش ، اجعلوا بينكم فيما تختلفون فيه أول من يدخل من باب هذا المسجد ، يقضي بينكم فيه
wahai kaum Quraisy, jadikanlah pemutus perkara yang kalian perselisihkan adalah orang yang pertama kali memasuki pintu masjid ini. biarlah ia yang memutuskan perkara kalian
Tawaran tersebut di dapat diterima oleh semua pihak. Dan atas kehendak Allah Ta’ala, Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam lah yang pertama memasukinya. Tatkala mereka melihat beliau memasuki masjid, mereka saling menyeru:
هذا الأمين رضينا ، هذا محمد
Ini Al Amin, kami rela kepadanya, ini Muhammad
Dan ketika beliau mendekati mereka dan mereka memberitahukan kepadanya tentang hal tersebut, beliau pun bersabda:
هلم إلي ثوبا . فأتي به ، فأخذ الركن –يعني الحجر الأسود – فوضعه فيه بيده ، ثم قال : لتأخذ كل قبيلة بناحية من الثوب ثم : ارفعوه جميعا
hamparkan kepadaku sehelai selendang“.Lalu kain tersebut diletakkan di depatn ar rukn (hajar aswad), lalu Nabi meletakkan hajar aswad di atas kain tersebut. Beliau lalu bersabda: “hendaknya setiap kabilah memegangi setiap ujung selendang, lalu angkalah ia bersama-sama“.
Hingga manakala mereka telah menganggapnya sampai ke tempatnya, beliau Shallallahu’alaihi Wasallam mengambilnya dengan tangannya dan meletakkannya di tempatnya semula. Ini merupakan solusi yang tepat dan jitu yang membuat semua pihak rela.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun ikut serta dalam gotong-royong merenovasi Ka’bah. Diceritakan oleh Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu’anhu,
لَمَّا بُنِيَتِ الكَعْبَةُ ذَهَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَبَّاسٌ يَنْقُلاَنِ الحِجَارَةَ، فَقَالَ العَبَّاسُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اجْعَلْ إِزَارَكَ عَلَى رَقَبَتِكَ، فَخَرَّ إِلَى الأَرْضِ، وَطَمَحَتْ عَيْنَاهُ إِلَى السَّمَاءِ، فَقَالَ: «أَرِنِي إِزَارِي» فَشَدَّهُ عَلَيْهِ
“ketika Ka’bah direnovasi, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan ‘Abbas (paman beliau) mengangkat sebuah batu. Abbas berkata kepada NabiShallallahu’alaihi Wasallam: ‘gantungkan kainmu ke atas lehermu (agar tidak terluka karena bebatuan)’. Lalu seketika itu Nabi jatuh pingsan. Ketika sadar, kedua matanya memandang ke langit. Lalu beliau bersabda: ‘mana kainku?’. Beliaupun lalu mengencangkan kainnya” (HR. Al Bukhari 1528).
Namun, ketika orang-orang Quraisy kekurangan dana dari sumber usaha yang baik sehingga mereka harus meninggalkan pembangunan sekitar 6 hasta dari bagian utara Ka’bah, yaitu yang dinamakan dengan Hijr Ismail dan Al Hathim. Lalu mereka meninggikan pintunya yang semula berada di tanah agar tidak ada orang yang memasuki kecuali orang yang mereka kehendaki. Tatkala pembangunan sudah mencapai 15 hasta, mereka mengatapinya dan menyangganya dengan enam buah tiang.
Setelah renovasi selesai, Ka’bah tersebut berubah menjadi hampir berbentuk kubus dengan ketinggian kurang lebih 15 meter. Panjang sisi yang berada di bagian Hajar Aswad adalah 10 meter, dan bagian depan yang berhadapan dengannya juga 10 meter. Hajar Aswad dipasang di atas ketinggian 1,5 meter dari permukaan lantai dasar thawaf. Adapun panjang sisi yang berada di bagian pintu depan yang sehadapan dengannya adalah 12 m. Sedangkan tinggi pintunya adalah 2 meter dari atas permukaan tanah. Dan dari bagian luarnya dikelilingi oleh tumpukan batu bangunan, tepatnya di bagian bawahnya, tinggi rata ratanya adalah 0,25 meter dan lebar rata-ratanya 0,30 meter, Bagian terakhir ini dikenal dengan nama Asy Syadzirwan yang merupakan bagian dari pondasi asal Ka’bah akan tetapi orang-orang Quraisy membiarkannya.

Minggu, 03 November 2013

Lebah, Hewan Yang Mendapat Wahyu

Kita telah mengetahui bahwa lebah dalah hewan yang bermanfaat karena bisa menghasilkan madu. Di mana madu ini memiliki manfaat yang sangat besar bagi manusia. Selain itu lebah juga membantu keseimbangan alam dengan membantu penyerbukan. Ternyata lebah adalah hewan yang mendapatkan wahyu dari Allah, yaitu berupa ilham.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُون
“Dan Rabb-mu telah mewahyukan kepada lebah, “Buatlah rumah-rumah di bukit-bukit dan pada pohon-pohon dan pada tempat-tempat  yang mereka (manusia) buat.” (QS. An-Nahl : 68).
Dalam kitab tafsir Jalalain dijelaskan,
وَأَوْحَى رَبّك إلَى النَّحْل وَحْي إلْهَام
“Rabbmu mewahyukan kepada lebah berupa wahyu ilham”
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata,
في خلق هذه النحلة الصغيرة، التي هداها الله هذه الهداية العجيبة، ويسر لها المراعي، ثم الرجوع إلى بيوتها التي أصلحتها بتعليم الله لها
“Pada penciptaan lebah yang kecil ini, Allah memberikan ilham berupa bimbingan yang ajaib. Allah memberi kemudahan bagi lebah untuk menuju padang rumput dan taman kemudian kembali ke rumah mereka yang telah mereka rancang demikian bagusnya dengan petunjuk Allah.”
Perlu diketahui bahwa wahyu ada tiga macam sebagaimana yang terangkum dalam ayat berikut.
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ اَنْ يُّكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلاَّ وَحْيًا اَوْ مِنْ وَّرَآءِ حِجَابٍ اَوْ يُرْسِلُ رَسُولاً فَيُوحِي بِإِذْنِهِ مَا يَشَآءُ اِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan [1] perantaraan wahyu atau [2]dibelakang tabir atau [3] dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.” (QS. As-Syura: 51).
Jadi macam-macam wahyu adalah:
  1. Dengan tanpa wasilah atau perantara, misalnya di hati atau lewat mimpi
  2. Wahyu dari balik hijab. Misalnya pada ayat ini:
    فَلَمَّا قَضَىا مُوسَى الاَجَلَ وَسَارَ بِأَهْلِهِ ءَانَسَ مِن جَانِبِ الطُّورِ نَارًا قَالَ لأَهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّيَ ءَانَسْتُ نَارًا لَّعَلِّيَ ءَاتِيكُم مِّنْهَا بِخَبَرٍ اَوْ جَذْوَةٍ مِّنَ النَّارِ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ(29) فَلَمَّآ أَتَاهَا نُودِي مِن شَاطِئِ الْوَادِي الاَيْمَنِ فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ أَنْ يَّامُوسَىآ إِنِّيَ أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
    “Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya: “Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan”. Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu,yaitu: “Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam .” (QS. Al-Qashah: 29-30)
  3. Lewat perantara malaikat Jibril. Misalnya pada ayat ini,
    قُلْ مَن كَانَ عَدُوًّا لِّجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَىا قَلْبِكَ بِإِذنِ اللَّهِ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَىا لِلمُومِنينَ
    “Katakanlah: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah. membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 97)
Demikianlah lebah yang mendapat wahyu dan mengikuti wahyu maka ia sangat bermanfaat bagi orang-orang, yaitu menghasilkan madu yang sangat bermanfaat. Allah Ta’ala berfirman,
ثُمَّ كُلِي مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلاً يَخْرُجُ مِن بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاء لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (QS. An-Nahl: 69)
Jika kita mengikuti wahyu yang disampaikan oleh Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam insyaallah kita akan selamat dan bermanfaat bagi orang lain.
Demikian semoga bermanfaat

Kamis, 31 Oktober 2013

Muslim yang Hatinya Bergetar Karena Allah

Masjid di kompleks kami punya seorang tenaga kerja harian, pak Sarip namanya. Beliau penduduk kampung sebelah yang sehari-hari bekerja sebagai tukang sampah. Masjid lalu mengupah pak Sarip untuk membersihkan kamar mandi, tempat wudhu dan jalanan disekitar diluar jam kerjanya sebagai tukang sampah, biasanya beliau hadir setiap maghrib dan shubuh. Hampir setiap shubuh saya selalu bertemu dengan pak Sarip yang sedang mengepel lantai teras, menyapu jalanan, membersihkan kamar mandi dan tempat wudhu. Namun selain itu beliau adalah jamaah yang rajin, selalu ikut shalat berjamaah. Hebatnya masih sempat berganti baju yang rapi, lengkap dengan kopiah dan sarung. Setiap pengajian dan ceramah pak Sarip juga hadir, kadang-kadang ikut mengajukan pertanyaan dengan bahasa yang sering mengundang tawa, jauh dari kedalaman intelektual. Tidak jarang pula ketika tiba saatnya waktu shalat dan kebetulan tidak ada orang yang adzan, pak Sarip-lah yang melantunkan adzan, dan lagi-lagi dengan lafadz yang tidak begitu sempurna.

Tidak sulit untuk membaca keadilan Allah dalam urusan ini. Seandainya surga disediakan hanya untuk orang beriman yang pintar, banyak membaca buku, ilmu yang dalam, menguasai bahasa Arab, punya banyak referensi kitab para mufassir, tidak lupa dilengkapi dengan kajian orientalis, maka tidak ada tempat buat pak Sarip di surga. Namun surga disediakan bagi orang yang bertaqwa, dengan tingkat dan kemampuan berpikirnya masing-masing bisa merasakan takut dan tunduk kepada Allah, lalu mengerjakan semua perintah dan menghindari semua larangan atas dasar rasa takut dan tunduk tersebut. Surga disediakan buat orang yang punya koneksi dengan Allah sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an :

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia. (al-Anfaal 2-4)

Sebaliknya banyak kita temukan manusia yang justru dengan ilmu yang dimiliki malah ‘petantang-petenteng’, menganggap dirinya punya ilmu yang cukup untuk ‘mensortir’ ketetapan-ketetapan Allah, mana yang dipakai dan mana yang harus dibuang. Ilmu pengetahuan yang dimiliki justru menghasilkan sikap yang berlawanan dari yang seharusnya.

Diwaktu shalat dhuhur dan ‘ashar, saya juga sering bertemu dengan tukang baso, tukang odong-odong, siomay, sopir taksi, yang kelihatannya memang sengaja mencocokan jalur kelilingnya untuk tepat berada disekitar masjid ketika waktu shalat sudah datang. Merekalah yang menjadi jamaah kami, memenuhi shaf untuk shalat wajib tersebut. Ini kelihatannya sudah menjadi sesuatu hal yang rutin bagi mereka karena saya sampai hapal orangnya, sering bertemu dan kadang bertegur-sapa. Bagi orang-orang ini, mencari nafkah selalu disinkronkan dengan menunaikan kewajiban ibadah, tidak ada yang salah satunya harus dikorbankan. Sebenarnya banyak alasan yang bisa dikemukakan oleh mereka untuk tidak melakukan shalat tepat waktu berjamaah di masjid, seperti juga banyak alasan yang bisa dikemukakan oleh semua orang, namun ternyata itu tidak dilakukan. Sulit juga untuk menemukan motivasi lain mengapa mereka melakukan hal ini dengan konsisten, kecuali hanya karena adanya ketundukan dan kepatuhan kepada Allah.

Bagaimana dengan anda sendiri..?? Berapa kali anda mengorbankan shalat wajib tepat waktu dan berjamaah dimasjid atau musholla disekitar anda karena merasa tanggung meeting anda belum selesai..?? Berapa kali anda memutuskan untuk shalat dirumah saja karena masing ‘menggantung’ mengetik tulisan, khawatir inspirasi yang sudah terkumpul dalam kepala bakalan lenyap. Mungkin secara lahiriah, kita berpenampilan mentereng, berpakaian rapi lengkap dengan jas dan dasi, punya harta kekayaan yang cukup, sehingga membuat orang-orang ‘minder’ ketika berdekatan dengan kita, namun dibandingkan dengan tukang odong-odong dan tukang siomay yang saya sebutkan, nilai kita sebenarnya tidak ada apa-apanya. Kemakmuran dan kesejahteraan yang kita miliki malah membuat kita ‘petentang-petenteng’ dihadapan Allah, tidak membuat kita tunduk dan patuh, tidak berusaha mensingkronkan kegiatan sehari-hari dengan kewajiban yang telah ditetapkan Allah. Bagi orang seperti ini, Allah mengingatkan dalam Al-Qur’an :

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (Hud 15-16)

Anda mencari kemahsyuran dunia..?? tentu saja Allah akan mengabulkan keinginan anda tersebut. Anda berkerja mati-matian untuk mempesonakan orang lain..?? tentu saja itu akan anda dapatkan karena memang banyak manusia yang mempunyai pikiran seperti anda, apa yang anda banggakan memang itu yang selama ini mereka dambakan. Al-Qur’an jelas menyatakan ‘Kami berikan balasan pekerjaan mereka di dunia DENGAN SEMPURNA’, kemahsyuran dan kesejahteraan anda dapatkan, pengakuan dari manusia lainpun akan diperoleh, kurang apalagi..??

Namun Allah mengingatkan, kalau tujuan kita hanya sebatas dunia saja, maka sebatas itu pula kenikmatan tersebut akan didapat, selebihnya semuanya akan lenyap. Kemahsyuran dan kesejahteraan akan berhenti saat dunia sudah lenyap, kekaguman orang lainpun juga hilang tidak berbekas. Setelah itu giliran tukang odong-odong dan tukang siomay yang akan mendapatkannya. Tentu saja tulisan ini tidak bermaksud mengajak anda untuk berpindah profesi menjadi tukang odong-odong atau tukang becak, sopir taksi, tukang baso, agar bisa kelak masuk surga. Pelajaran yang bisa kita ambil dari mereka adalah, apapun pekerjaan dan kegiatan yang kita lakukan, selalu dicantelkan dengan aspek ukhrawinya, dalam satu kegiatan selalu mengandung 2 dimensi, dunia dan akhirat. Bahkan untuk urusan dunia yang tidak bakalan dihitung diakhirat malah tidak perlu digubris, semacam pengharapan akan adanya pengakuan dan kekaguman orang lain, itu sama sekali tidak berguna.

Rasulullah bahkan menyatakan orang yang mampu menggabungkan kedua hal ini sebagai umatnya yang cerdas :

Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaqnya’. Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’ (HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy. Syaikh Al Albaniy dalam Shahih Ibnu Majah 2/419 berkata : hadits hasan)

Mengingat semua pelajaran ini, ketika saya bersalaman dengan pak Sarip selesai shalat shubuh bersama-sama, saya membungkukkan diri dalam-dalam, menyatakan pengakuan bahwa dia jauh lebih mulia dari saya…