Rabu, 27 November 2013

Apakah Allah Mendengar Dengan Dua Telinga?

Alhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Terkadang muncul pertanyaan dari anak TPA, “Ustadzah, Allah mendengar dengan dua telinga ya?“. Namanya anak-anak, kadang pikirannyaneko-neko. Apa saja yang muncul di pikirannya bukan mustahil terlontar. Begitu saja melalui bibirnya yang mungil…
Eitts..! Tapi, tahukah Anda bahwa menjawab pertanyaan di atas perlu suatu ilmu tersendiri? Kali ini ada satu bekal jawaban yang akan kami sampaikan, diambil dari pemahaman terhadap definisi tentang  tauhidul asma` wash shifat yang pernah kami tuliskan di artikel berjudul Wahai paranormal, apakah Anda telah mengesakan Allah?

Konsep “Tauqifiyyah”

Sumber penetapan nama dan sifat Allah adalah tauqifiyyah, yaitu harus berdasarkan dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah, maka tidak boleh kita menamai Allah dan mensifati-Nya dengan nama dan sifat yang tidak terdapat dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Dengan konsep tauqifiyyah inilah Syaikh Prof. Dr. Muhammad Khalifah At-Tamimi dalam kitabnya Mu’taqod Ahlis Sunnah fi Tauhidul Asma` wash Shifat berkata,
فلو قال شخص لله سمع بلا أذنين
“Kalau seandainya ada orang mengatakan, ‘Allah mendengar tanpa dua telinga’.
و قال آخر لله سمع بأذنين
“Yang lainnya berkata, ‘Allah mendengar dengan dua telinga’.
لحكمنا بخطأ الأثنين،
“Tentu kita katakan, ‘Keduanya salah’.
لأنه لم يأتي ذكرالأذنين في النصوص لا نفيا و لا إثباتا
“Karena dalam dalil (Al-Qur`an dan As-Sunnah-pent) tidak terdapat peniadaan (Allah mendengar) dengan dua telinga, tidak pula ada penetapan tentang hal itu”.
و الحق هو أن يقال لله سمع يليق بجلاله كما جاءت بذالك النصوص،و قد نهانا الله أن نتكلم بغيرعلم
“Yang benar adalah Allah memiliki sifat mendengar sesuai dengan keagungan-Nya sebagaimana yang disebutkan dalam dalil-dalil
dan kita telah dilarang oleh Allah untuk berbicara tanpa ilmu,”
فقال تعالى : {وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ }
Allah berfirman, ”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya”. (QS. Al-Israa`:36)
وبالتالي لا يجوز الإثبات أو النفي إلا بالنص.
“Sehingga tidak boleh menetapkan (suatu sifat Allah) ataupun meniadakannya kecuali bila ada dasarnya dalam dalil (Al-Qur`an dan As-Sunnah-pent)”.

Rabu, 20 November 2013

Islam Tersebar Dengan Pedang?

Sering kita mendengar orang yang anti Islam mengatakan: “Islam tersebar dengan pedang“. Mendengar atau membaca perkataan ini, seluruh umat Islam Indonesia akan bertanya: “Apakah nenek moyang saya dulu masuk islam karena pedang (diperangi dan dipaksa)?“. Dan akan melanjutkan perkataannya: “Sepertinya orang yang mengatakan itu tidak pernah belajar sejarah, atau mungkin pelajaran sejarahnya dapatnya hanya nilai merah“.

Islam tersebar dengan dakwah dan akhlak mulia

Islam tersebar dengan akhlak, muamalah yang baik dan dakwah dengan cara yang baik. Sebagai bukti akan hal itu masuk Islamnya orang-orang Indonesia, Malaysia, Brunei, Thailand, dll semuanya adalah tanpa adanya pedang yang terhunus.
Dan sekarang hal itu lebih tampak dengan jelas. Di saat alat-alat perang (yang dulu pedang dan sekarang adalah rudal cs) menjadi hal yang dibanggakan dunia barat, justru Islam menjadi agama yang paling cepat tersebarnya di Dunia, terutama dunia barat.
Apakah Islam tersebar dengan pedang di Amerika dan Eropa sekarang? Semuanya telah tahu jawabannya.

Peperangan yang pernah terjadi terhadap orang kafir

Orang-orang yang mengatakan bahwa Islam tersebar dengan pedang mengatakan: “Bahwa bukti Islam tersebar dengan pedang adalah peperangan yang terjadi antara umat Islam dan non muslim”. Jawaban dari perkataan ini, mungkin saya rinci pada poin-poin berikut ini :
  1. Islam adalah sebuah Negara; pada masa itu terjadi perang antara Negara, maka Islam sebagai Negara akan terlibat di dalam perang itu. Karena kemungkinan di masa itu, diperangi atau memerangi.
  2. Umat manusia di masa itu berada di dalam penindasan dan kekejaman pemimpin-pemimpin mereka (yang kafir). Dan Islam adalah agama yang berasaskan keadilan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam. Dan untuk menghilang kezaliman para pemimpin atas rakyat mereka, tiada cara lain kecuali dengan adanya peperangan.
  3. Apabila terjadi peperangan dan umat Islam memenangi peperangan tersebut, maka dengan sendirinya orang-orang kafir yang berada di wilayah tersebut berada di bawah kekuasaan umat Islam. Apakah mereka dipaksa masuk Islam? Jelas-jelas tidak, tapi mereka masuk Islam dengan keridhaan hati mereka, dan menjadi bukti atas hal itu; mereka bergabung menjadi bagian dari pasukan kaum muslimin dan melanjutkan perjuangan dan jihad mereka.
  4. Bukti nyata bahwa orang-orang non muslim tidak dipaksa masuk Islam adalah keberadaan orang-orang kristen dan yahudi bahkan Majusi di negeri Islam. Dan mereka hidup dengan damai dan aman dibawah kekuasaan umat Islam, dari dulu sampai sekarang. Orang-orang Yahudi di Yaman, Iraq dll masih ada sampai sekarang ini, orang Nashara di Iraq, Suriah, Libanon, Mesir dll masih ada sampai sekarang ini. Apakah pernah mereka dipaksa masuk Islam?

Bukti yang pasti

Bukti dan inti jawaban dari semua itu adalah firman Allah taala:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
Tidak paksaan dalam agama, telah jelas petunjuk dari kesesatan” (QS. Al Baqarah: 256).

Rabu, 06 November 2013

Renovasi Ka’bah Lima Tahun Sebelum Nabi Diutus Menjadi Rasul

Pada saat Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam berusia 35 tahun, atau sekitar 5 tahun sebelum beliau di utus menjadi Rasul, kabilah Quraisy membangun kembali Ka’bah. Karena kondisi fisiknya sebelum itu hanyalah berupa tumpukan batu-batu berukuran diatas tinggi badan manusia, yaitu setinggi sembilan hasta sejak dari masa Nabi Ismail ‘alaihissalam dan tidak memiliki atap. Sehingga yang tersimpan di dalamnya dapat dicuri oleh segerombolan pencuri. Disamping itu karena merupakan sebuah peninggalan sejarah yang berumur tua, Ka’bah sering diserang oleh pasukan berkuda sehingga merapuhkan bangunan dan merontokkan sendi-sendinya. Hal lainnya, Mekkah pernah dilanda banjir bandang. Airnya meluap dan mengalir ke Baitul Haram sehingga mengakibatkan bangunan Ka’bah hampir ambruk. Orang-orang Quraisy terpaksa merenovasi bangunannya demi menjaga pamornya dan bersepakat untuk tidak merenovasinya kecuali dari sumber usaha yang baik. Mereka tidak mau mengambilnya dana mahar yang didapat secara zalim, transaksi ribawi, dan hasil tindak kezaliman terhadap seseorang.
Semula mereka merasa segan untuk melumpuhkan bangunannya hingga akhirnya diprakarsai oleh Al Walid bin Al Mughirah Al Makhzumi. Setelah itu, barulah orang-orang mengikutinya setelah melihat tidak terjadi apa-apa terhadap dirinya. Mereka terus melakukan perubahan hingga sampai ke pondasi pertama yang dulu diletakkan oleh Ibrahim ‘alaihissalam. Kemudian mereka ingin memulai membangun kembali dengan cara membagi-bagi bangunan Ka’bah, yaitu masing-masing kabilah mendapat satu bagian. Setiap kabilah mengumpulkan sejumlah batu sesuai dengan jatah masing masing. Lalu dimulailah pembangunannya sedangkan yang menjadi pimpinan proyeknya adalah seorang arsitek asal Romawi yang bernamaBaqum.
Tatkala pekerjaan tersebut sampai kepada peletakan Hajar Aswad, mereka bertikai mengenai siapa yang paling berhak mendapat kehormatan meletakannya ke tempat semula. Dan pertikaian tersebut berlangsung selama empat atau lima malam. Bahkan semakin meruncing hingga hampir terjadi peperangan yang maha dahsyat di tanah al haram. Untunglah Abu Umayyah bin Al Mughirah Al Makhzumi, orang yang paling dituakan diantara mereka semua, menawarkan penyelesaian pertikaian diantara mereka. Ia berkata:
يا معشر قريش ، اجعلوا بينكم فيما تختلفون فيه أول من يدخل من باب هذا المسجد ، يقضي بينكم فيه
wahai kaum Quraisy, jadikanlah pemutus perkara yang kalian perselisihkan adalah orang yang pertama kali memasuki pintu masjid ini. biarlah ia yang memutuskan perkara kalian
Tawaran tersebut di dapat diterima oleh semua pihak. Dan atas kehendak Allah Ta’ala, Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam lah yang pertama memasukinya. Tatkala mereka melihat beliau memasuki masjid, mereka saling menyeru:
هذا الأمين رضينا ، هذا محمد
Ini Al Amin, kami rela kepadanya, ini Muhammad
Dan ketika beliau mendekati mereka dan mereka memberitahukan kepadanya tentang hal tersebut, beliau pun bersabda:
هلم إلي ثوبا . فأتي به ، فأخذ الركن –يعني الحجر الأسود – فوضعه فيه بيده ، ثم قال : لتأخذ كل قبيلة بناحية من الثوب ثم : ارفعوه جميعا
hamparkan kepadaku sehelai selendang“.Lalu kain tersebut diletakkan di depatn ar rukn (hajar aswad), lalu Nabi meletakkan hajar aswad di atas kain tersebut. Beliau lalu bersabda: “hendaknya setiap kabilah memegangi setiap ujung selendang, lalu angkalah ia bersama-sama“.
Hingga manakala mereka telah menganggapnya sampai ke tempatnya, beliau Shallallahu’alaihi Wasallam mengambilnya dengan tangannya dan meletakkannya di tempatnya semula. Ini merupakan solusi yang tepat dan jitu yang membuat semua pihak rela.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun ikut serta dalam gotong-royong merenovasi Ka’bah. Diceritakan oleh Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu’anhu,
لَمَّا بُنِيَتِ الكَعْبَةُ ذَهَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَبَّاسٌ يَنْقُلاَنِ الحِجَارَةَ، فَقَالَ العَبَّاسُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اجْعَلْ إِزَارَكَ عَلَى رَقَبَتِكَ، فَخَرَّ إِلَى الأَرْضِ، وَطَمَحَتْ عَيْنَاهُ إِلَى السَّمَاءِ، فَقَالَ: «أَرِنِي إِزَارِي» فَشَدَّهُ عَلَيْهِ
“ketika Ka’bah direnovasi, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan ‘Abbas (paman beliau) mengangkat sebuah batu. Abbas berkata kepada NabiShallallahu’alaihi Wasallam: ‘gantungkan kainmu ke atas lehermu (agar tidak terluka karena bebatuan)’. Lalu seketika itu Nabi jatuh pingsan. Ketika sadar, kedua matanya memandang ke langit. Lalu beliau bersabda: ‘mana kainku?’. Beliaupun lalu mengencangkan kainnya” (HR. Al Bukhari 1528).
Namun, ketika orang-orang Quraisy kekurangan dana dari sumber usaha yang baik sehingga mereka harus meninggalkan pembangunan sekitar 6 hasta dari bagian utara Ka’bah, yaitu yang dinamakan dengan Hijr Ismail dan Al Hathim. Lalu mereka meninggikan pintunya yang semula berada di tanah agar tidak ada orang yang memasuki kecuali orang yang mereka kehendaki. Tatkala pembangunan sudah mencapai 15 hasta, mereka mengatapinya dan menyangganya dengan enam buah tiang.
Setelah renovasi selesai, Ka’bah tersebut berubah menjadi hampir berbentuk kubus dengan ketinggian kurang lebih 15 meter. Panjang sisi yang berada di bagian Hajar Aswad adalah 10 meter, dan bagian depan yang berhadapan dengannya juga 10 meter. Hajar Aswad dipasang di atas ketinggian 1,5 meter dari permukaan lantai dasar thawaf. Adapun panjang sisi yang berada di bagian pintu depan yang sehadapan dengannya adalah 12 m. Sedangkan tinggi pintunya adalah 2 meter dari atas permukaan tanah. Dan dari bagian luarnya dikelilingi oleh tumpukan batu bangunan, tepatnya di bagian bawahnya, tinggi rata ratanya adalah 0,25 meter dan lebar rata-ratanya 0,30 meter, Bagian terakhir ini dikenal dengan nama Asy Syadzirwan yang merupakan bagian dari pondasi asal Ka’bah akan tetapi orang-orang Quraisy membiarkannya.

Minggu, 03 November 2013

Lebah, Hewan Yang Mendapat Wahyu

Kita telah mengetahui bahwa lebah dalah hewan yang bermanfaat karena bisa menghasilkan madu. Di mana madu ini memiliki manfaat yang sangat besar bagi manusia. Selain itu lebah juga membantu keseimbangan alam dengan membantu penyerbukan. Ternyata lebah adalah hewan yang mendapatkan wahyu dari Allah, yaitu berupa ilham.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُون
“Dan Rabb-mu telah mewahyukan kepada lebah, “Buatlah rumah-rumah di bukit-bukit dan pada pohon-pohon dan pada tempat-tempat  yang mereka (manusia) buat.” (QS. An-Nahl : 68).
Dalam kitab tafsir Jalalain dijelaskan,
وَأَوْحَى رَبّك إلَى النَّحْل وَحْي إلْهَام
“Rabbmu mewahyukan kepada lebah berupa wahyu ilham”
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata,
في خلق هذه النحلة الصغيرة، التي هداها الله هذه الهداية العجيبة، ويسر لها المراعي، ثم الرجوع إلى بيوتها التي أصلحتها بتعليم الله لها
“Pada penciptaan lebah yang kecil ini, Allah memberikan ilham berupa bimbingan yang ajaib. Allah memberi kemudahan bagi lebah untuk menuju padang rumput dan taman kemudian kembali ke rumah mereka yang telah mereka rancang demikian bagusnya dengan petunjuk Allah.”
Perlu diketahui bahwa wahyu ada tiga macam sebagaimana yang terangkum dalam ayat berikut.
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ اَنْ يُّكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلاَّ وَحْيًا اَوْ مِنْ وَّرَآءِ حِجَابٍ اَوْ يُرْسِلُ رَسُولاً فَيُوحِي بِإِذْنِهِ مَا يَشَآءُ اِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan [1] perantaraan wahyu atau [2]dibelakang tabir atau [3] dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.” (QS. As-Syura: 51).
Jadi macam-macam wahyu adalah:
  1. Dengan tanpa wasilah atau perantara, misalnya di hati atau lewat mimpi
  2. Wahyu dari balik hijab. Misalnya pada ayat ini:
    فَلَمَّا قَضَىا مُوسَى الاَجَلَ وَسَارَ بِأَهْلِهِ ءَانَسَ مِن جَانِبِ الطُّورِ نَارًا قَالَ لأَهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّيَ ءَانَسْتُ نَارًا لَّعَلِّيَ ءَاتِيكُم مِّنْهَا بِخَبَرٍ اَوْ جَذْوَةٍ مِّنَ النَّارِ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ(29) فَلَمَّآ أَتَاهَا نُودِي مِن شَاطِئِ الْوَادِي الاَيْمَنِ فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ أَنْ يَّامُوسَىآ إِنِّيَ أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
    “Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya: “Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan”. Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu,yaitu: “Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam .” (QS. Al-Qashah: 29-30)
  3. Lewat perantara malaikat Jibril. Misalnya pada ayat ini,
    قُلْ مَن كَانَ عَدُوًّا لِّجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَىا قَلْبِكَ بِإِذنِ اللَّهِ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَىا لِلمُومِنينَ
    “Katakanlah: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah. membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 97)
Demikianlah lebah yang mendapat wahyu dan mengikuti wahyu maka ia sangat bermanfaat bagi orang-orang, yaitu menghasilkan madu yang sangat bermanfaat. Allah Ta’ala berfirman,
ثُمَّ كُلِي مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلاً يَخْرُجُ مِن بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاء لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (QS. An-Nahl: 69)
Jika kita mengikuti wahyu yang disampaikan oleh Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam insyaallah kita akan selamat dan bermanfaat bagi orang lain.
Demikian semoga bermanfaat